Sabtu, 24 Mei 2014

Saya, Dua Puluh Dua, dan Kesederhanaan

Selalu ada yang istimewa di setiap langkah kita. Tentang sebuah jejak. Tentang sebuah goresan. Tentang sebuah ukiran. Dan tentu meninggalkan kenangan yang berbekas. Melekat di ngatan. Memeluki pikiran hingga bertumpuk-tumpuk. Entah sampai kapan. 

Hari ini rupa-rupanya sangat istimewa. Setiap detik adalah anugerah Tuhan. Dan nampaknya, ada yang berkurang. Dan sungguh saya bisa dikata kurang merasakannya. Why? Mau tahu kenapa? Ya, jelasnya saya juga tidak terlalu tahu, sih. Hehe

Tuhan begitu baik kepada makhluknya. Ketika ada yang sedang berdiri, ada yang duduk. Ketika ada yang terbaring lemah, ada yang berlari kencang. Ketika ada yang merasa sedih bukan kepalang, ada yang merasakan bahagia bukan main. Dan saya, berada di posisi bahagia tapi bukan main, apalagi bukan kepalang. Bahagiaku sederhana. Amat sederhana.

Saya adalah perempuan yang mencintai kesederhanaan. Perempuan yang mencintai kebiasaan yang kampungan. Perempuan yang menjadikan miskin sebagai sahabat. Jelas tidak ada yang istimewa, bukan?
Ya, sangat sederhana.

Dua puluh dua. Ada yang tersirat di sana. Sebuah keserhanaan yang seimbang. Saya tak berkata filosofi dua itu baik. Menurut peramal? Ah, saya tidak pernah percaya dengan mereka.

Dua puluh dua. Ada apa di sana?

Kemarilah..

Di sini hanya ada saya yang biasa. Sama sekali tak ada yang istimewa dariku. Apalagi jika di kata special. Dua puluh dua yang sederhana sejak ibu mengandungku. Hingga detik nanti. Detik aklian yang membaca ini, tak mampu lagi mendengar candaku.

Ketika mencari sebuah keistimewaan, saya sama sekali belum menemukannya di diriku. Entahlah. Tapi, sederhana, bukan? Tapi -lagi- hari seperti inilah yang mungkin dikata istimewa. Sebab Tuhan masih memberiku kesempatan untuk menjadi menyandang usia dua puluh dua tahun. Merangkak lagi ke usia dua puluh tiga.

Di usia yang semakin matang ini, harapan saya hanya beberapa. Semoga Tuhan mengabulkna, Aamiin.
Pertama, saya berharap setiap jejakku meninggalkan cerita yang indah dan abadi di hati semua orang yang menyayangiku dan yang pernah menyayangiku.

Kedua, kiranya saya pernah berbuat salah, maafkanlah. Manusia memang makhluk yang tergesa-gesa akan dosa.

Ketiga, biarkanlah saya seperti ini. Menjadi wanita sederhana. Sebab, sederhana bagiku itulah yang sederhana. Tak ada yang bisa dilebih-lebihhkan.

Tapi, kiranya izinkan juga saya mengaminkan doa-doa kalian. Entah yang telah terucap, atau yang masih tersembunyi. Saya menyayangi kalian. :*

WELL, HAPPY BIRTHDAY TO ME. !!!!!



Kamis, 22 Mei 2014

Pelajaran dari Si Pesulap "Kampung"

Ada yang menarik perhatianku hari ini. Tadi, tepat pukul 15.00, saya bersama ibu dan seorang kakakku, duduk di depan rumah. Sekedar menikmati angin sore. Saya melihat ke arah kanan sebelah rumahku. Di sana, sekitar 20 orang anak dan beberapa orang dewasa sedang berkumpul berebut tempat. Berdesakan untuk melihat lebih dalam ke seseorang yang sepertinya sedang melakukan sesuatu yang menarik bagi mereka.

Usut punya usut, ternyata ada seorang pesulap jalanan. Perawakannya kakek-kakek berumur sekitar 50 tahun lebih. Ternyata dia juga bisa membaca kepribadian seseorang (katanya). Dan yang menarik perhatianku adalah ketika dia tidak meminta uang yang banyak atau menentukan "harga" karena aksinya yang telah menghibur.

Di sela-sela beraksi dengan sulap "kampung" nya, dia hanya meminta uang seribu bagi yang mau memberi. Dan seorang anak lelakipun memberikannya seribu rupiah. Kemudian dilanjutkannyalah pentas yang jarang anak-anak temui itu.

Mereka tampak riang. Beberapa kali terdengar berseru semangat. Beberapa kali bertepuk tangan.

Usai berpentas, kakek itu melanjutkan perjalanan menghiburnya ke tempat lain. Semua gerombolan anak-anak-kecuali orang dewasa- mengikuti langkah kakek itu berhenti -lagi- di sebuah lorong yang tak jauh dari lokasi sebelumnya.

Tampak kakek itu menenteng dua buah tas di sisi lengan kanan dan kirinya. Mengenakan sandal jepit. Dengan pakaian -yang mungkin dulu- berwarna putih. Tampak kumal dan kucel. Gurat wajahnya menggambarkan raut yang periang. Suka sekali dengan anak-anak. Orang tua yang baik, pikirku.

Hmm..
Saya cukup kagum dengan dia. Seorang kakek yang punya semangat tinggi. Bekerja keras hanya untuk mendapatkan beberapa lembar uang seribuan. Untuk keluarga kecil yang sejak pagi menunggu kedatangan kepala keluarga yang hebat itu. Hebat? Ya, bapak itu hebat bagi saya. Karena dengan gigihnya menghibur demi beberapa lembar recehan. Mencari penghidupan yang halal.

Biasanya, orang tua seperti dia hanya berbaring lemah di kasur, atau paling tidak, duduk termenung berharap nasib berbaik hati kepadanya. Atau bahkan ada yang meminta-minta di pinggir jalan dengan modal "umur" yang semakin hari semakin menua.

Nah, pertanyaanya sekarang; bagaimana dengan kita yang masih muda ini?

Kakek itu begitu hebat, bukan?

Kamis, 15 Mei 2014

Antara Mengaji dan Les

Saya punya santriwati. Namanya Anggun. Kira-kira umurnya 6 tahun. Saya mengajar di sebuah TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) sejak SMA.
Lanjut, dia datang mengaji hanya 3 kali seminggu. Orang tuanya menyelingkannya dengan Les di sebuah Bimbingan belajar. Setiap sore, selepas mengajar, saat Anggun tidak masuk mengaji, saya selalu menemui Anggun bersama ibunya lewat di depan rumah. Menyapa.

"Maaf, ya. Si Anggun datangnya hanya tiga kali seminggu, Dek. Tante selang-selingkan dengan les-nya." Kata ibunya dengan logat jawa yang khas.

"Iya, tidak apa-apa, Bu." Saya menjawab semangat. Senyum santun kepadanya sembari mengacak lembut rambut Anggun.

MENGAJI dan LES..
Hal atau permasalahan ini sering saya temui di beberapa tempat. Utamanya saat di penataran guru mengaji. Saya pernah mengikuti penatarannya di paket A dan paket B. Dan alhamdulillah, penguasaan metode dan huruf-huruf hijaiyyah telah diterapkan sebagaimana mestinya.
Nah, di sana pernah ada yang mengeluh kalau sekarang lebih banyak orang tua yang memilih memasukkan anaknya di sebuah lembaga bimbingan belajar ketimbang belajar mengaji. Dan melalui Anggun, dengan metode yang dipakai oleh orang tuanya, sepertinya menjawab permasalahan ini. Mengaji sambil les adalah alternatif terbaik. Mengajarkan anak untuk senantiasa menyeimbangkan antara dunia dan akhirat.

Semoga dewasa nanti, penerapan ini tetap diberlakukan.

Sukses untuk Anggun dan orang tuanya. Dan untuk semua santriku. :*

Bagaimana Caramu Mengabadikan Kerinduan?

Bagaimana caramu mengabadikan kerinduanmu?
Inilah caraku, biar lekat rindu tetap terjaga, biar nyanyiannya tetap terdengar, dan biar keabadiannya tetap terjaga.

Aku mengabadikannya lewat BUKU ANTOLOGI PUISI TENTANG KERINDUAN ini.

---
Biarkan rinduku tetap ada
Mengalir deras di aliran darahku
Meski aku pernah merasa, aliran darahku kehilangan nyawa karenanya

Biarkan rinduku tetap ada
Meski pernah aku mencaci dan bertanya kepada rindu, serupa itukah dia hingga merenggut kebahagiaan?
Bahkan sempat menghunjam nafasku hingga tumpul?
Bukankah kau adalah sebuah indah?
---

TERIMALAH PERSEMBAHAN INI..
PERSEMBAHAN DARI SEBUAH RINDU

Rabu, 07 Mei 2014

Ceritanya Seperti Ini..

Kebersamaan ini sudah ada sejak berbulan-bulan lalu. Namanya kawan, teman, sahabat, pasti akan terus dan selalu teringat di kepala. Selama apapun itu. Kamu bilang akan hilang? Hm.. Menurutku sulit, kecuali kalau kau mengatakan "Saya pura-pura lupa"

Ceritanya ini dipotoin sama Eko, dia selalu jadi fotografer kami. hahaha

Kami baru terima beasiswa. Jadinya, menyempatkan nonton film. Kalau tidak salah, judul filmya saat itu "APARTEMEN 1303", ini horror.. *Saya paling takut film horror T_T


 Ini sudah di  Studio XXI, MP
Cheese..!!!
Nah, itu dia yang namanya Eko, fotografer kite-kite..

Kami hanya mau menghilangkan kepenantan saja. Nonton salah satunya.

Baik, saya sendiri yang pakai jilbab kuning. Inayah Natsir. Dulunya akrab disapa Inayah atau Naya. Sekarang teman-teman malah panggilnya Inay.. *Sukka :D

Yang pakai jaket merah hitam itu namanya Ina. Lengkanya Ina Anggriani. Dia manis, kan? :p
Dia suka sekali barang-barang yang berbau dholpin. *Kalau tidak salah, itu lumba-lumba. ya itu
Si Ina ini paling suka ngajak Jalan, ke manapun itu. Paling sering ngajak makan jagung bakar di Syekh Yusuf, ngajak makan durian, dan jalan-jalan di Mall. 

Eh, iya yang pakai jilbab biru muda dan pecinta biru itu namanya Emit. Suka dolphin juga.. Nama FB nya Emhyt Dokok. Saya sering plesetiin jadi KODOK. hihihi.. Dan dia suka suka saja dipanggil begitu walau awalnya marah :v. Liat deh gayanya, GAYA BANGETT..!!!!! *Piss beb

Satu lagi dari kami. Echa. Lengkapnya Lhenny Sasmitha. Lho kok? Gak nyambung, ya? Hahah, saya juga lupa kejadiannya bagaimana. Echa paling suka ngajak karokean. Dan tak pernah berhasil mengajakku. Sekalipun.

Dan saya sendiri, mereka bilang, iya mereka yang bilang, kalau saya paling suka ngajak nonton. *Ah, tidak juga menurut saya, biasa2 aja kok.

SESI-SESI MENUNGGU JAM TAYANG FILMNYA, Kami makan dulu.. + poto2 (Makanannya lagi dibuat)




*Eh, iya.. siapa lagi kalau bukan si Eko yang jeprett ini? hahahahhahah

Hmm.. ceitanya tidak sampai di sini..

------
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN..

Pasukan hitam-hitam.. haiayya..!!
Eh, btw.. ini di kamar ganti, lho, hahaha
Poto2 2dikit ga papa lah


DAN LIHATLAH...



Lucu? hhahahhhaa.. Bahkan kami pun tertawa melihat semua ini. Sungguh.

Ini sudah direncanakan jauh-jauh hari. Baju couple yang selalu diidam-idamkan. Dan tahukan siapa yang mengusulkan?

Ina.
Ya, dia. *Jempooll

Kami mencarinya sampai jam 10 malam baru dapat. Dengan pertimbangan yang pas, dan dengan semangat yang menggebu-gebu kami dapat itu.
 Ini di Toilet Perpus, hihihihi
 Ini di koridor Perpus. Ina-nya belum datang. 
 Ini keadaannya pas mau rapat

Tuh, kan.. si Emit bergaya lagi.. hahahaha

Sampai sini dulu ya, masih banyak cerita lain yang kami punya. :D

Hmm..
Sahabat, kelak jika ajal telah berdiri di depan mataku, aku harap kalian tidak melupakan ini. Jangan biarkan aku tersisa sebuah nama. Simpanlah aku di salah satu tempat yang terindah di hati kalian. Perjalan hidup kita tak selalu indah seperti benak yang selalu kita gambar di awan kita masing-masing.

Hhh, terimakasih semua semangat kalian untukku. :* :*