Kamis, 06 April 2017

TERLALU!

Kemarin, saya menonton sebuah video yang berdurasi sekitar lima atau enam menit. Seorang teman fb menge-share-nya dari sebuah akun. Di postingan tersebut, ada beberapa video yang menunjukkan dan mempertontonkan sekaligus lengkap dengan hujatan yang entah. Tetapi saya hanya menonton beberapa. Semacam tidak tega atau malas sekali melihat aksi tidak terpuji  sekelompok orang yang menginjak-injak harga diri orang lain. Terlebih orang itu fakir lagi miskin. Di satu video yang saya tonton -saya tidak bakal lupa kejadian itu-, sekelompok lelaki dewasa sedang berada di atas mobil dan meneriaki seorang pengemis lelaki yang sedang berkesulitan jalan. Sebut saja, kakinya (maaf) "puntung".

Mereka berteriak penuh dengan kalimat hujatan, tertawa, terbahak, bahkan melempari pengemis itu dengan sampah bungkus makanan atau semacam sampah lainnya. "Woi, buka kakimu! Kau bisa berdiri, kan?" Seorang berteriak sambil tertawa. Yang lain kemudian ikut menghujat. Maka ributlah jalan raya sebab mereka. Tetapi, lelaki pengemis itu hanya diam dan memasang wajah tidak tahu. Sok polos. Sok tidak mengerti.

Akhirnya, dua dari sekawanan lelaki dewasa itu turun dari mobil dan yang lain juga ikut turun. Akhirnya, mereka memaksa secara langsung lelaki pengemis itu. Tubuhnya didorong, telinganya terus dicekoki kalimat yang entah.  Tetapi, pengemis itu  tetap bertahan dan masih memasang wajah salah paham. Sok gagal paham. "Kenapa? Kakiku benar-benar puntung, Pak. Saya tidak mungkin bisa berdiri". Kali ini, lelaki pengemis itu membela diri habis-habisan. Wajahnya yang lusuh, diikuti pakaiannya yang kumuh, dan tubuh yang ringkih lagi kurus membuat orang-orang yang berdatangan merasa iba dan percaya dengan pengakuan si lelaki pengemis.

Saya lupa betul, di video itu, apakah ada yang membelanya atau tidak. Tetapi sekawanan dewasa itu juga tidak mau berhenti. Mereka lalu mencari cara supaya lelaki pengemis itu mengakui dan memperlihatkan kesalahannya sehingga tidak ada yang salah paham. Si lelaki pengemis juga bisa jadi sok tidak paham lagi. "Kalau kau tidak mau membuka kakimu, kami akan lapor polisi!" Ancam seorang dari mereka. Yang lain terus menertawai dan memaksa.

Dengan disaksikan puluhan mata, dengan beberapa kamera yang mode videonya diaktifkan, lelaki pengemis itu memulai membuka celana panjangnya di kaki sebelah kiri lalu berganti kanan setelah sebelumnya memohon ampun. Tawa dan cacian semakin riuh tatkala masih ada celana atau semacam kain yang membungkus bagian perut hingga lututnya. Warnanya hitam.

"Buka lagi!"

Lelaki pengemis itu kembali membuka celana pendeknya sambil tertawa kecut. Kini wajahnya mirip seperti pelawak di tipi-tipi yang hobby melawak tapi tidak lucu. Garing. Tidak ada manfaat. Sesekali, wajahnya terlihat sedih, nyaris menangis. Dia menahanya seperti menahan senyumam kecutnya untuk tidak ditampakkan, tapi akhirnya kelihatan juga. Sama seperti orang yang jatuh cinta yang tidak bisa menyembunyikan perasannya.  Bahkan untuk dirinya sendiri.

Setelah membuka celana pendeknya, ternyata masih ada sebuah kain yang nyaris mirip celana tetapi hanya setengah bagian. Kali ini, lelaki pengemis itu sungguh merasa sangat malu. Wajahnya akan ada di mana-mana. Kemana-mana di media sosial dan di mata banyak penonton. Aih, luar bisa wajahnya waktu itu. Saya antara ingin menjewer telinganya atau ingin ikut tertawa karena ekspresinya. Tidak lucu sebenarnya, tapi merasa ditipu sendiri. Dan akhirnya menertawai diri sendiri. Entahlah.

Setelah membuka kain selanjutnya, "Byuuuurr" kaki kirinya menyembul bak mitos putri duyung yang kalau terkena air langsung berubah menjadi manusia ikan. Bedanya, lelaki pengemis "puntung" ini bukan menjadi sesuatu yang lain, tapi kakinya 'kembali' lengkap setelah dihujani banyak kata. Semua yang menyaksikan, menggeleng kepala. Ada yang tertawa dan menyumpahi. Sementara si lelaki pengemis sesekali menggaruk kepala yang tidak gatal dan berusaha menyembunyikan wajahnya dari mata orang-orang dan mata kamera.

Rupanya, sebelum menggunakan celana panjang, lelaki pengemis itu melipat dan menyembunyikan kaki kirinya hingga lutut di bagian belakang. Mirip seperti posisi kaki kiri saat tahiyat akhir saat shalat. Kemudian dibungkus lagi dengan kain, lalu celana pendek, barulah celana panjang. Dan akhirnya terseret-seretlah sisa kain yang seharusnya ditempati bagian kaki mulai dari lutut hingga ujung kuku. Dan akhirnya, "puntung" lah dia. Dan akhirnya, mengemislah dia. Dan akhirnya, dapatlah dia penghasilan dari belas kasihan. Dan pada akhirnya, terkuaklah segala apa yang disembunyikan. Ketahuan dan malu deh akhirnya. Pepatah yang selalu bilang "bagaimanapun tikus mati tersembunyi, pasti akan ditemukan juga" selalu benar adanya. Ini sama dengan jodoh, kalau Allah sedang merahasiakannya, nanti pasti akan terkuak juga. Benar, kan, ya? 😂😂😂

Baiklah, usai sudah kita mengambil pelajaran dari lelaki pengemis. Saya mau mengorek sikap sekawanan dewasa itu. Ada benarnya juga saat mereka ingin mengungkap kebenaran. Namun, caranya yang salah. Maybe, bisa dengan cara menanyai si lelaki pengemis itu di sebuah tempat yang tenang. Sambil menikmati secangkir teh atau kopi misalnya. Lebih keren begitu, kan? 😅

Dan menyoal rizqi, Allah sudah tetapkan bagian masing-masing bagi kita. Tinggal kitanya saja, apakah ingin mengambilnya di jalan keberkahan atau di jalan yang bathil. Wallahu 'alam bisshawaf..

Menjelang April, 2017
,Inay