Senin, 25 Maret 2019

Tentang Batas


Setiap kita pernah bertemu dengan orang-orang baru, lantas waktu menjadi sangat baik menjadikan kita memiliki perbincangan yang baik. Tentang pekerjaan atau hal lainnya. Tetapi setelah perbincangan itu selesai, maka waktu juga akan menjadi diam. Sisanya, hanya bisa mengingat-ingat perbincangan apa yang masih singgah di kepala. Atau bahkan, jika berbincang sambil membawa perasaan, maka ingatan akan kuat membekas.

Perjumpaan telah bekerja sebagaimana mestinya, tetapi juga ingatan akan bekerja dengan kuat sekali. Ia akan mengingat perihal perjumpaan yang baik yang kemudian menjadikan perjumpaan itu dirindukan. Tetapi wujud perjumpaan yang dilakukan adalah bukan dengan berjumpa secara tatap muka lalu kemudian akan berbincang banyak hal, berdua. Bukan demikian. Perjumpaan yang satu ini adalah perjumpaan untuk saling mempertemukan, menyatukan ruh-ruh yang sebelumnya tidak berjumpa. Perjumpaan selanjutnya yang dimulai dengan doa-doa yang melangit kepada Allah. Dengan bahasa lain, jika ingin menjai dekat dengan makhlukNya, maka dekatilah penciptaNya terlebih dahulu. Siapakah dia selain Allah yang Mulia, yang Maha Pemilik Hati Manusia, yang Maha Membolak-balikkan hati manusia?

Tetapi, untuk memulai, hal apa yang harus diperbincangkan sementara hal yang musti dibincangkan telah usai masanya? Lagipula, berat sekali rasanya untuk kemudian memulai tanpa harus terlebih dahulu memulai berbincang dengan Allah. Kadang, sebelum  ingatan-ingatan itu benar menjadi ada lalu menetap, kita sering kali merasa takut untuk membayangkannya benar-benar terjadi. Takut untuk kemudian tidak lagi melakukan perbincangan apapun.. Padahal semua perasaan  itu, perasaan yang jatuhnya terdapat syahwat berasal dari setan jika kita tidak bisa mengontrol diri dengan baik. Hati kita milik Allah, kita hanya dititipi, jadi kita juga harus dengan bijak menaruhnya di tempat yang tepat, harus dengan baik menyimpannya dengan sungguh pada sesuatu.

Perbincangan usai dan hanya menyisa apa yang bisa dibaca dan diingat. Selalu sesederhana itu ketika kita memilih untuk tidak memulai lagi lebih dulu dan menarik perbincangan yang lain untuk saling duduk bersama. Bukan berat karena pembahasannya, tetapi lebih dari itu. Ada batas yang tidak boleh dilalui. Ada penyangga yang tidak boleh dilintasi. Ada tirai yang kemudian menjadi penghalang.

Ialah untuk menjaga sebongkah daging di dada. Yang Rasulullah ajarkan, yang apabila sebongkah daging itu baik, maka baiklah seluruhnya. Kita harus benar-benar menjaganya.