Kamis, 22 Mei 2014

Pelajaran dari Si Pesulap "Kampung"

Ada yang menarik perhatianku hari ini. Tadi, tepat pukul 15.00, saya bersama ibu dan seorang kakakku, duduk di depan rumah. Sekedar menikmati angin sore. Saya melihat ke arah kanan sebelah rumahku. Di sana, sekitar 20 orang anak dan beberapa orang dewasa sedang berkumpul berebut tempat. Berdesakan untuk melihat lebih dalam ke seseorang yang sepertinya sedang melakukan sesuatu yang menarik bagi mereka.

Usut punya usut, ternyata ada seorang pesulap jalanan. Perawakannya kakek-kakek berumur sekitar 50 tahun lebih. Ternyata dia juga bisa membaca kepribadian seseorang (katanya). Dan yang menarik perhatianku adalah ketika dia tidak meminta uang yang banyak atau menentukan "harga" karena aksinya yang telah menghibur.

Di sela-sela beraksi dengan sulap "kampung" nya, dia hanya meminta uang seribu bagi yang mau memberi. Dan seorang anak lelakipun memberikannya seribu rupiah. Kemudian dilanjutkannyalah pentas yang jarang anak-anak temui itu.

Mereka tampak riang. Beberapa kali terdengar berseru semangat. Beberapa kali bertepuk tangan.

Usai berpentas, kakek itu melanjutkan perjalanan menghiburnya ke tempat lain. Semua gerombolan anak-anak-kecuali orang dewasa- mengikuti langkah kakek itu berhenti -lagi- di sebuah lorong yang tak jauh dari lokasi sebelumnya.

Tampak kakek itu menenteng dua buah tas di sisi lengan kanan dan kirinya. Mengenakan sandal jepit. Dengan pakaian -yang mungkin dulu- berwarna putih. Tampak kumal dan kucel. Gurat wajahnya menggambarkan raut yang periang. Suka sekali dengan anak-anak. Orang tua yang baik, pikirku.

Hmm..
Saya cukup kagum dengan dia. Seorang kakek yang punya semangat tinggi. Bekerja keras hanya untuk mendapatkan beberapa lembar uang seribuan. Untuk keluarga kecil yang sejak pagi menunggu kedatangan kepala keluarga yang hebat itu. Hebat? Ya, bapak itu hebat bagi saya. Karena dengan gigihnya menghibur demi beberapa lembar recehan. Mencari penghidupan yang halal.

Biasanya, orang tua seperti dia hanya berbaring lemah di kasur, atau paling tidak, duduk termenung berharap nasib berbaik hati kepadanya. Atau bahkan ada yang meminta-minta di pinggir jalan dengan modal "umur" yang semakin hari semakin menua.

Nah, pertanyaanya sekarang; bagaimana dengan kita yang masih muda ini?

Kakek itu begitu hebat, bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar