Rabu, 08 Maret 2017

PULANG (ke) KAMPUNG (Mama)

Cerita rakyat pada masa-masa SD hingga SMA saya dulu, menjamur di salah satu stasiun televisi swasta. Sangkuriang, Sawerigading, Malin Kundang, Bawang Merah dan Bawang Putih hingga Timun Emas menjadi tontonan pilihan. Walau fiktif, tetapi banyak-banyak mengundang perhatian anak-anak bahkan orang dewasa sekalipun. Mama saya misalnya. Beliau rajin sekali menemani kami menonton cerita-cerita rakyat itu. Sebab, selain perjalanan kisahnya yang tak biasa bin unik, banyak sekali pelajaran yang bisa diambil.

Kisah-kisah itu, sedikit banyak masih tersimpan di kepala. Terekam dengan baik bagaimana kisah itu berjalan. Masa anak-anak dan masa muda memang adalah momen yang baik merekam kenangan.

Saya yang menetap di Makassar sejak lahir mengganggap perjalanan pulang (ke) kampung (Mama) ini adalah perjalanan penantian berjumpa dengan keluarga besar. Bahagia sekali rasanya. Setelah berlelah-lelah, berpanas-panas, bersempit-sempit ria di atas pete-pete (baca; angkot) bersama penumpang lainnya, perjalanan yang nyaris memakan waktu empat jam karena arus pulang balik yang ramai merayap itu membuat tubuh lelah, lunglai, letih, lemah, dan lemas. Maka, obat terbaik adalah mengunjungi kebun. Memandang hijau yang menghampar luas. Juga gunung yang menjulang tinggi hampir seperti sedang bercumbu dengan langit. Dan kemarin, setelah berada di kebun, salah satu cerita rakyat itu tumbuh kembali di kepala.

Apa yang kemudian saya dapatkan? Selama ini, saya pikir kisah Timun Emas memang adalah sebuah fiktif. Begitupun dengan Timun Emas yang menjadi "pemeran utama" pada kisah tersebut. Mana ada timun emas? Yang ada hanya timun  yang kulitnya berwarna putih dan hijau.  Lantas saat di kebun, nenekku bilang akan memanen timun emas. Saya tertawa karena berpikir dia sedang bercanda. Tetapi sepupuku menimpali, "Iya. Ada. Di sana!" Ujarnya sambil menunjuk barisan pohon timun yang ditanam di antara tamanan-tanaman padi yang menguning.

Saya takjub. Lalu nenek memetiknya dan menunjukkan timun emas itu. Saya tidak tahu mengapa ada perasaan bahagia saat mengetahuinya. Duh.. kayak lebay, ya. Tapi pengalaman itu saya anggap sebagai salah satu pengalaman terbaik yang saya miliki.

-Maros, 7 Juli 2016-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar